Situ Ciburuy terletak di kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung. Sehari-hari, danau ini menjadi konsumsi penikmat keindahan alam. Maklum, sebuah pulau ditengahnya bagaikan magnet bagi para pelancong. Inilah fenomena unik itu, pada waktu-waktu tertentu sering munculnya kerbau putih bernama si dongkol dan ikan mas raksasa. Selain itu, ikan Situ Ciburuy tak gampang dipancing. Mengapa?
Situ Ciburuy pada mulanya adalah dua buah sungai kecil yang ujungnya bertemu di Desa Ciburuy. Tahun 1918, lokasi pertemuan kedua sungai itu dibendung. Lalu airnya diatur untuk mengairi sawah-sawah desa. Lama kelamaan, bendungan ini airnya makin tinggi dan menggenangi wilayah seluas 14.76 ha. Tapi tanah tertinggi di tengah-tengah danau tidak tergenang, yang kemudian membentuk sebuah pulau mungil. Mayarakat setempat lantas memberinya nama Situ Ciburuy. Situ artinya danau, sedangkan Ciburuy adalah nama Desa.
Tuan Bempi
Awal 1942, seorang Belanda bernama Tuan Bempi mengantongi hak memelihara ikan dari pemerintah Hindia Belanda di danau itu. Ikan-ikannya berkembang pesat. Untunglah Tuan Bempi tidak kikir. Ia bahkan dikenal sebagai dermawan yang sering membantu warga desa. Karena kesibukannya dibidang lain, pengelolaan sehari-harian danau ia percayakan kepada Romli, warga Desa Ciburuy.
Sayang, tahun itu Jepang masuk RI. Semua orang Belanda ditawan dan dibawa ke Jakarta, termasuk Tuan Bempi. Sejak itu, keberadaan Tuan Bempi tidak diketahui lagi.
Sepeninggal beliau, Romli-lah yang mengurus Situ Ciburuy. Karena tak ada pemiliknya lagi, ia lantas mempersilahkan kepada siapa saja untuk mengambil ikan di tempat itu.
Meski tak lagi ada yang memiliki, Romli tetap menjaga danau itu dengan setia. Suasana danau seakan menyatu dengan dirinya. Keadaan itu berlangsung hingga Romli naik haji dan meninggal dunia tahun 1994. Romli pun diberi gelar sebagai kuncen Situ Ciburuy. H Abdul Solihin (70), keponakan H Romli, menceritakan bahwa semasa hidupnya, H Romli sering didatangi Tuan Bempi dalam tidurnya.
Anehnya, setelah mimpi bertemu Tuan Bempi, keesokan harinya selalu ada yang mati tenggelam di Situ Ciburuy. Akhirnya Romli Sadar kalau kedatangan Tuan Bempi dalam mimpinya itu untuk memperingatkan para pengunjung agar berhati-hati. Tidak heran H Romli sering menasihati pengunjung yang ingin berenang atau berlayar. Namun kini kondisinya sudah berbeda. Situ Ciburuy semakin dangkal meski debit air tergantung curah hujan.
Sukar dipancing
Berdasarkan cerita dari mulut ke mulut, masyarakat setempat masih meyakini adanya seekor ikan mas raksasa yang kadang-kadang muncul. Mereka yang pernah melihat adalah warga yang sering mancing dan menangkap ikan di situ. Katanya, ikan ini tubuhnya sebesar daun pintu dan sekujur tubuhnya berlumut. Selain itu, orang-orang Situ Ciburuy juga sering melihat si Dongkol, yakni sapi putih yang munculnya tidak terduga. Bisa saja siapapun tiba-tiba melihat ada sapi putih tengah mencari makan di pinggir danau. “Itulah si Dongkol, sapi putih gaib yang muncul,” ujar Abdul Solihin.
Namun, dua mahluk itu tidak mengganggu manusia. “Danau ini tidak angker. Cerita si Dongkol dan ikan mas raksasa malah membuat kami penasaran. Katanya kalau kita kawenehan (kebetulan) melihatnya, akan mendapat berkah. Ya semuanya tergantung keyakinan kita,” ujar Mahmudi, salah seorang pemilik perahu sewa di Situ Ciburuy.
Dulu, setelah Tuan Bempi menghilang tahun 1942, setiap tahun di sekitar Situ Ciburuy selalu diadakan semacam upacara penolak bala. Upacara ini biasanya digabung dengan upacara menangkap ikan yang dinamakan “lotre”. Ketika itulah digelar pertunjukan wayang golek, kendang pencak dan ronggeng. “Tapi belakangan ini acara tersebut jarang di adakan. Nggak tahu kenapa,” tutur Mahmudi lagi.
Tapi yang unik di Situ Ciburuy adalah soal ikannya. Mengapa masyarakat setempat dengan mudah memancing atau menjala ikan di tempat itu, sedangkan bagi pendatang atau orang luar mengalami kesulitan? Hal ini sangat tidak rasional menurut banyak orang. Setelah ditelusuri, konon, menurut tokoh masyakat di sana, menangkap ikan di Situ Ciburuy itu ada ilmunya. Dan ilmu itu hanya dimiliki secara turun-temurun dari para orang tua kepada anak-anaknya. ***
sumber : disini
dekat dgn kampung halaman ibuku nih teh,,,:)
BalasHapus